Banten – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat dan daerah mulai mengguncang sektor perhotelan di Banten. Larangan bagi instansi pemerintah untuk menggelar acara di hotel membuat tingkat hunian anjlok dan memangkas pendapatan industri ini secara signifikan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten, Andi Prasetyo, menyebut kebijakan ini telah menurunkan okupansi hotel hingga 40 persen dalam beberapa bulan terakhir. “Dulu, banyak instansi pemerintah memilih hotel untuk rapat dan pelatihan. Sekarang, mereka menghentikan pesanan secara drastis, bahkan beberapa hotel nyaris kosong,” ungkapnya.
Hotel-hotel di Serang, Cilegon, dan Pandeglang yang selama ini mengandalkan tamu dari sektor pemerintahan mengalami dampak paling besar. Sejumlah pengelola hotel melaporkan bahwa tingkat hunian mereka kini hanya berkisar 30-50 persen, jauh di bawah batas aman operasional.
Menyadari ancaman ini, para pelaku usaha perhotelan berupaya bertahan dengan mengalihkan fokus ke segmen lain. “Kami terus berinovasi dengan menawarkan paket khusus bagi wisatawan dan perusahaan swasta agar bisnis tetap berjalan,” ujar Rina, manajer hotel di kawasan wisata Anyer.
Di sisi lain, pemerintah daerah menegaskan bahwa mereka tidak bisa menghindari kebijakan efisiensi anggaran. “Kami memahami bahwa kebijakan ini berdampak pada industri hotel, tetapi kami harus menjaga keseimbangan fiskal. Kami akan mencari jalan tengah agar sektor ini tidak semakin terpuruk,” kata Kepala Dinas Pariwisata Banten, Agus Setiawan.
Pelaku industri perhotelan mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini agar bisnis mereka tetap bertahan. Jika tidak ada solusi konkret, mereka khawatir sektor perhotelan di Banten akan menghadapi gelombang PHK dan penutupan usaha dalam waktu dekat.