Jakarta, 17 Agustus 2024 – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan 2024 kembali mencuri perhatian publik dengan tindakan provokatif yang mereka lakukan untuk memperingati 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dalam sebuah langkah yang penuh kontroversi, BEM SI memberikan gelar “Bapak Politik Dinasti dan Pembangkang Konstitusi” kepada Jokowi, mengkritisi kegagalannya sebagai pemimpin dan kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan rakyat.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Jumat, 16 Agustus 2024, Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, mengungkapkan bahwa keputusan untuk memberikan gelar tersebut adalah bentuk tanggapan terhadap pidato kenegaraan Jokowi yang dianggap tidak memadai sebagai laporan pertanggungjawaban presiden. Satria menekankan bahwa gelar tersebut mencerminkan penilaian BEM SI terhadap dua periode pemerintahan Jokowi yang dinilai gagal.
“Sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban dan tanggapan terhadap pidato kenegaraan presiden, kami memberikan Ijazah Ketidaklulusan Jokowi dalam memimpin beserta Rapor merah yang berisi penilaian terhadap kinerjanya. Ini adalah cara kami untuk menyoroti kegagalan dalam kepemimpinan dan kebijakan yang berdampak buruk pada rakyat,” ujar Satria dalam laman resminya.
Sebagai bagian dari aksi ini, ijazah dan rapor yang mengecam kepemimpinan Jokowi telah dikirimkan ke Sekretaris Negara melalui email yang dikirimkan oleh 350 kampus di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Aliansi BEM SI Kerakyatan. Langkah ini bertujuan untuk menunjukkan solidaritas dan kritik terhadap apa yang mereka anggap sebagai penyimpangan dari prinsip-prinsip konstitusi dan pemerintahan yang baik.
Dalam rapor tersebut, BEM SI menyoroti beberapa kebijakan kontroversial yang dikeluarkan selama masa kepemimpinan Jokowi, termasuk revisi undang-undang yang dianggap melemahkan lembaga-lembaga anti-korupsi dan pengawasan negara. Kritik ini mencakup keputusan seperti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perubahan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Undang-Undang Cipta Kerja.
Satria menambahkan, “Kami menilai bahwa kepemimpinan Jokowi tidak hanya gagal dalam melaksanakan janji-janji kampanyenya tetapi juga sering kali melakukan pembajakan terhadap legislasi dan konstitusi. Hal ini berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat dan kredibilitas lembaga-lembaga negara.”
Tindakan ini memicu beragam reaksi dari publik dan politikus. Beberapa mendukung sikap BEM SI sebagai bentuk kritik konstruktif, sementara yang lain menganggap langkah tersebut sebagai upaya provokatif yang tidak produktif. Meski begitu, aksi ini memperlihatkan ketegangan yang masih ada di tengah masyarakat terkait dengan kepemimpinan dan kebijakan pemerintah.
BEM SI Kerakyatan tetap pada pendiriannya bahwa kritik mereka adalah bagian dari upaya untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan, serta untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.